Saudaraku, pikiran itu pelita hidup. Sesat pikir, binasa hidup. Etika itu kendali hidup. Pudar moral, ambruk hidup. Karsa itu daya hidup. Lemah kemauan, kerdil hidup.
Budi baik menyatukan pikiran, perasaan dan kemauan sehat; mewujudkan perbuatan yang benar, baik dan indah.
Pikiran sehat menyatukan pelajaran dan pemahaman. Perasaan sehat menyatukan hati dan pikiran. Kemauan sehat, menyatukan kehendak dengan pemahaman dan etos kejuangan.
Membaca membuat manusia belajar, mengalami membuatnya memahami dan mencintai. Sebuah bangsa yang tumbuh di atas lahan tandus daya baca dan cinta, susah menyuburkan pelajaran dan pemahaman. Bangsa tersebut mudah dilanda sesat pikir, salah pengertian.
Di bawah gelap sesat pikir-miskin hati, Republik berjalan tanpa bintang penuntun. Bagaimana bisa memimpin negara tanpa awas visi, luas wawasan. Bagaimana bisa berempati atas derita dan bhinneka bangsa tanpa mengenali dan mencintai negerinya. Bagaimana bisa menghayati ideologi negara tanpa mempelajari dan merasakan pahit getir sejarah perjuangan bangsa.
Tanpa tuntunan nalar sehat dan peka rasa, negara berada di tepi jurang. Negara adalah penjelmaan dari pikiran dengan legitimasi moral; organisasi rasional dari masyarakat beradab. Negara yang dibangun tanpa landasan kecerdasan dan basis etis bak istana pasir. Bolehjadi tampak indah namun mudah roboh diterpa angin.
Jika demokrasi kita maksudkan sebagai jalan kemaslahatan bangsa, maka demokrasi yang kita kembangkan menghendaki usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dan memperkuat daulat rakyat di bawah pandu pimpinan akal budi mulia (hikmat-kebijaksanaan), dengan cara memeras tetes-tetes madu pikiran sehat dari berbagai sarang lebah wakil rakyat melalui musyawarah perwakilan.
(Makrifat Pagi, Yudi Latif)
https://www.instagram.com/p/CP4OhcqBEgr/?utm_medium=share_sheet
Commentaires